Jumat, 29 Juli 2016

Borobudur Writers and Cultural Festival


Borobudur Writers and Cultural Festival tahun 2015 mengangkat tema menarik yakni, “Gunung, Bencana, dan Mitos di Nisantara” dimana penduduk Indonesia beberapa daerahnya menempati cincin api paling aktif di dunia yang letaknya di kedalaman bawah tanah, di daratan berupa kepulauan yang terpisah satu sama lain. Kepulauan ini dilingkari Cincin Api Pasifik yang teraktif di dunia dan dibelit jalur berapi teraktif kedua yaitu, Sabuk Alpide. Ditambah secara geografis ditumbuk oleh lempeng Indonesia – Australia dari selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.


Ancaman alam berbahaya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di Indonesia. letusan yang ditimbulkan tentu akan berdampak pada segala aspek kehidupan di sekitar gunung, namun juga bisa berdampak pada negara lain. Seperti saat letusan gunung Tambora dan Toba yang mengakibatkan beberapa kerajaan pada zamannya musnah. Akibat letusan yang dahsyat tersebut juga mengakibatkan terjadinya the dark era, yakni peristiwa selama tiga tahun langit gelap dan selama dua tahun tidak ada musim panas di Eropa. Akibatnya semua panen gagal dan kelaparan merajalela di mana-mana karena kekurangan pasokan makanan. Faktor ini juga yang mengakibatkan Napoleon Bona Parte kalah karena tidak adanya pasokan bahan pangan yang mengakibatkan kelaparan berkepanjangan dan meninggal. Kisah tersebut juga diceritakan secara lengkap mengenai Ekspedisi di Indonesia yang membahas Cincin Api ada dalam buku perjalanan berjudul “Ring Of Fire” (Indonesia dalam Lingkaran Api) karya Antropolog Lawrance Blair dan Lorne Blair asal Inggris.

Tema yang dibahas saling berkaitan erat, dimana gunung berapi jika meletus menimbulkan bencana, dan melahirkan mitos-mitos yang beredar di masyarakat. Hingga saat ini kisah mengenai gunung selalu menarik untuk dibahas karena menyangkut berbagai aspek penting dalam kehidupan. Dan uniknya, setiap gunung pasti mempunyai cara penghormatan yang berbeda-beda maknanya di setiap daerah, bisa berarti ungkapan rasa takut, ungkapan syukur atau terima kasih, bisa juga pemujaan karena menganggap bahwa gunung adalah tempat bersemayamnya para dewa-dewa. Bentuk penghormatan pada umumnya berwujud sebuah kesenian (tari-tarian, pentas budaya), ritual, candi, batuan menhir, mitos, hikayat, dan legenda yang beredar di kalangan masyarakat. Hal tersebut membuktikan bahwa gunung sangat berpengaruh pada perspektif spiritual peradaban di manusia nusantara.

Borobudur Writers and Cultural Festival 2015 adalah sebuah festival yang diciptakan menjadi wahana perayaan karya-karya untuk membahas mengenai budaya dengan tujuan membuka diri terhadap segala kemungkinan keragaman identitas dan segala manifestasi ekspresif di masa lalu dan sekarang. Acara yang diadakan selama tiga hari yakni, 12-14 November 2015 meliputi peluncuran buku, berbagai seminar yang membahas mengenai ledakan gunung, pemutaran film, berbagai pertunjukan tari-tarian hingga penyerahan Sanghyang Kamahayanikan Award serta pembacaaan syair sebagai penutup acara.

Pentas tarian kolaborasi dengan judul “problematika alam, insan,dan zaman” oleh Komunitas lima gunung yakni, Nungki Nurcahyani, Sutanto Mendut, Wukir Suryadi, Seniman Australia dan India sangat memukau perhatian di pembukaan acara, kostum yang unik dengan menggunakan wardrobe serba putih dan sesajen yang lengkap bak tradisi ritual mengundang antusiasme penonton, hingga dilepasnya seekor ayam di sangkar yang menjadi simbolisasi dibukanya acara Borobudur Writer and cultural Festival di Manohara Hotel the centere of Borobudur studies.







Foto Tarian Zaman saat Opening acara BWCF

Pada acara penutupan atau closing Ceremony, Borobudur writers and cultural festival memberikan penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award yakni, penghargaan pada seseorang yang berjasa dalam penemuan situs- situs sejarah di seluruh Indonesia. Tahun 2015 penghargaan tersebut diberikan pada Nigel Bullogh (64 tahun) yang begitu cintanya Nigel Bullogh terhadap sejarah nusantara hingga mengganti namanya menjadi Hadi Sidomulyo, kecintaan dan dedikasi pria asal Inggris yang sejak 1971 sudah mulai meneliti masa silam nusantara, menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam hidupnya untuk menelusuri lokasi-lokasi yang tercantum dalam Nagarakaertagama dan mendata candi-candi yang tertanam di lereng-lereng Gunung Penanggungan
Closing Ceremony di Pelataran Hotel Magelang

(Ayo Rek daftro acara iki, nek ora tak tembak)


See you BWCF 2016





4 komentar:

  1. Hai kak, saya avika, mahasiswi DPP UGM. Saya mau tanya, selama rangkaian acara BWCF, apakah akomodasi peserta ditanggung oleh panitia atau tidak dan berapa biaya pendaftarannya? Terimakasih

    BalasHapus
  2. Halo Avika, Akomodasi peserta domisili Jogja hanya disediakan Bus yang berangkat dari terminal Jombor ke Magelang, kalo domisili luar Jogja disediakan penginapan di sekitar lokasi acara. Peserta mendapatkan konsumsi selama acara berlangsung dan tidak dipungut biaya (free). daftar aja kalo pengen vik http://www.borobudurwriters.com/registrasi-form/

    BalasHapus
  3. Oh gitu, kalau misal saya mau berangkat sendiri lgsg cus ke hotel tempat seminar aja bisa ya kak? Thanks for the inform yaa :))

    BalasHapus
  4. Bisa aja saya juga langsung cus ke venue yang penting daftar dulu dan tunggu konfirmasi dari pihak panitia, Sama-sama :)

    BalasHapus

Dongeng Sebelum Tidur #2

Ada secangkir teh dan setumpuk cerita yang belum juga habis terbaca,  keduanya tergesa-gesa dan tak sabar menunggu giliran untuk dicer...